Gangguan pendengaran terjadi karena ada kerusakan pada telinga bagian luar, tengah atau dalam, saraf vestibulocochlear atau sistem pendengaran. Kondisi tersebut pun sudah tak asing bagi sebagian orang. Hanya saja, masih ada masyarakat yang belum paham soal gangguan pendengaran. Sehingga, masih ada mitos gangguan pendengaran yang berkembang di masyarakat.

Mitos Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran merupakan kondisi yang menyebabkan telinga tak dapat mendengar sebaik orang dengan pendengaran normal. Berdasarkan penyebabnya, gangguan pendengaran terbagi menjadi tiga, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran.

Seperti dilansir dari Hearing Health Foundation, masih ada mitos mengenai gangguan pendengaran. Adapun lima mitos tersebut antara lain, sebagai berikut.

Kenali Cairan yang ke Luar dari Telinga atau Otorrhea

1. Gangguan pendengaran hanya mempengaruhi orang dewasa yang lebih tua

Faktanya, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 1,5 miliar orang menderita gangguan pendengaran. Dari jumlah tersebut, 34 juta di antaranya merupakan anak-anak. Sisanya, 30 persen terdiri dari orang tua di atas 60 tahun.

Di Amerika Serikat, diperkirakan 48 juta orang hidup dengan gangguan pendengaran. Sedangkan sekitar dua pertiganya berusia di bawah 65 tahun.

Sementara itu, sebuah studi Journal of American Medical Association 2010 yang meneliti kumpulan data komprehensif dari populasi AS menemukan bahwa satu dari lima anak usia 12 hingga 19 tahun menunjukkan beberapa tanda gangguan pendengaran di satu atau kedua telinga.

Organisasi Kesehatan Dunia telah memperingatkan bahwa 1,1 miliar remaja dan dewasa muda berisiko kehilangan pendengaran “karena penggunaan perangkat audio pribadi yang tidak aman, termasuk telepon pintar, dan paparan tingkat suara yang merusak di tempat hiburan yang bising seperti klub malam, bar, dan acara olahraga.”

2. Mitos gangguan pendengaran tidak memengaruhi kesehatan saya

Pada faktanya gangguan pendengaran yang tidak diobati meningkatkan risiko seseorang mengalami penurunan kognitif, demensia, jatuh, isolasi sosial, dan depresi. Diteorikan bahwa “beban kognitif” di otak dapat mengambil sumber daya yang digunakan otak untuk fungsi lain, seperti memori jangka pendek.

Para peneliti telah mengamati bahwa mengobati gangguan pendengaran, seperti dengan alat bantu dengar, dapat membalikkan atau bahkan mencegah beberapa kondisi tersebut.

Baca: Rekomendasi Alat Bantu Dengar untuk Lansia, Mana yang Cocok?

3. Alat bantu dengar itu seperti kacamata

Faktanya, saat seseorang memakai kacamata, penglihatannya langsung bisa menjadi jernih atau 20/20. Namun, hal itu tidak berlaku untuk pendengaran. Sebab, otak membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan suara yang masuk melalui alat bantu dengar.

Karena audiogram unik setiap orang, dengan perbedaan kemampuan untuk mendengar berbagai frekuensi, alat bantu dengar perlu penyetelan untuk kemampuan pendengaran pasien. Penyetelan itu memerlukan perjalanan berulang kali ke audiolog atau penyedia layanan kesehatan pendengaran.

Bahkan, alat bantu dengar yang paling canggih pun tidak akan memulihkan pendengaran 100 persen. Mungkin memerlukan pelatihan pendengaran untuk membantu otak memproses suara. Sementara itu, tidak ada pelatihan penglihatan untuk memakai kacamata.

4. Mitos gangguan pendengaran tidak dapat dihindari dan tak dapat dicegah

Gangguan pendengaran memiliki banyak penyebab, termasuk genetika, obat-obatan tertentu, dan paparan suara keras. Merokok dan diabetes juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

Seperti kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari, efek kumulatif ini telah menyebabkan insiden gangguan pendengaran yang lebih besar yang menjadi semakin nyata seumur hidup pada orang tua lanjut usia.

Maka dari itu, perlu menghindari berbagai penyebab tersebut. Karena, akan berdampak pada kerusakan telinga di kemudian hari, seperti presbikusis.

5. Tidak memerlukan alat bantu dengar karena sebagian besar pendengaran saya baik-baik saja

Faktanya ketika mengalami gangguan pendengaran di beberapa frekuensi, lebih mudah untuk mengabaikannya sebagai hal yang tidak penting. Padahal, gangguan pendengaran ringan dapat berdampak buruk pada kemampuan kognitif, pekerjaan, rumah, dan kehidupan sosial.

Dengan neuroplastisitas otak  memungkinkan otak mempelajari kembali cara mendengar. Penggunaan alat bantu dengar yang tepat berkorelasi dengan peningkatan pandangan, suasana hati, mobilitas, kemandirian, komunikasi, dan interaksi sosial.

Baca Juga : Bagaimana Anotia Menyebabkan Gangguan Pendengaran?

Cek Gangguan Pendengaran di Kasoem Hearing Center

Butuh informasi lebih terkait  skrining, pemeriksaan pendengaran hingga pemeriksaan keseimbangan oleh audiolog? Silakan kunjungi Kasoem Hearing Center. Satu-satunya hearing center di Indonesia yang mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2015 ini menyediakan pemeriksaan pendengaran dan keseimbangan untuk anak-anak, dewasa hingga orang tua lanjut usia oleh Audilog.

Berfokus pada one stop solution for all hearing problem, Kasoem Hearing Center akan memberikan solusi sesuai kebutuhan masalah pendengaran, menyediakan alat bantu dengar, Bone Anchored hearing aid (BAHA), dan implan koklea (cochlear implant).

Tidak berhenti di situ saja, Kasoem Hearing Center juga menyediakan layanan Auditory Verbal therapy bagi pasien anak. Sementara untuk dewasa, tersedia layanan terapi, yaitu auditory training.

Rate this post