Hubungan tunarungu dan tunawicara, ibarat sebab dan akibat. Karena, dalam beberapa kasus, orang dengan gangguan pendengaran atau memiliki hambatan dalam pendengaran berdampak pada terhambatnya bicara. Jika mendapat penanganan, seperti apa hubungan tunarungu dan tunawicara?
Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik permanen maupun tidak permanen, menurut Reefani (2013:17) seperti dilansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Dalam bahasa inggris, tunarungu artinya tuli. WHO menggambarkan tuli sebagai orang yang mengalami gangguan pendengaran berat, yang berarti sangat sedikit atau bahkan tidak ada pendengaran sama sekali. Mereka sering menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Penyebab dari kondisi ini terbagi menjadi beberapa periode, yaitu sebagai berikut.
Tunarungu karena periode sebelum melahirkan
- faktor genetik termasuk gangguan pendengaran herediter dan non-keturunan
- infeksi intrauterin – seperti rubella dan infeksi sitomegalovirus
Periode perinatal
- asfiksia lahir (kekurangan oksigen pada saat lahir
- hiperbilirubinemia (penyakit kuning parah pada periode neonatal)
- berat badan lahir rendah
- morbiditas perinatal lainnya dan penatalaksanaannya
Masa kecil dan remaja
- infeksi telinga kronis (otitis media supuratif kronis)
- pengumpulan cairan di telinga (otitis media nonsupuratif kronis )
- meningitis dan infeksi lainnya
Usia dewasa dan lanjut usia
- penyakit kronis
- merokok
- otosklerosis
- degenerasi sensorineural terkait usia
- gangguan pendengaran sensorineural mendadak
Faktor sepanjang rentang hidup
- impaksi serumen (kotoran telinga yang terkena dampak)
- trauma pada telinga atau kepala
- suara keras/suara keras
- obat-obatan ototoksik
- bahan kimia ototoksik yang berhubungan dengan pekerjaan
- kekurangan gizi
- infeksi virus dan kondisi telinga lainnya
- gangguan pendengaran genetik yang tertunda atau progresif
Dampak dari gangguan pendengaran yang tidak diatasi, salah satunya komunikasi dan ucapan. Jika tidak diatasi, ini menyebabkan kesulitan dalam bicara (tunawicara).
Tunawicara
Kelainan bicara atau tunawicara adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal. Sehingga, sulit bahkan orang lain tak mengerti perkataannya. Orang dengan tunawicara akan sulit, bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain ketika bicara.
Salah satu kondisi ini terjadi karena gangguan suara organik, seperti gangguan sensorik/perseptual, misalnya gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran adalah penurunan atau kehilangan pendengaran karena masalah pada telinga bagian luar, tengah, dalam atau saraf pendengaran. Ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu gangguan dengar konduktif gangguan dengar sensorineural (SNHL), dan gangguan pendengaran campuran.
Hubungan Tunarungu dan Tunawicara
Hubungan tunarungu dan tunawicara, karena gangguan pendengaran menjadi salah satu penyebab seorang anak kesulitan untuk berbicara dengan bahasa verbal. Tunarungu berhubungan dengan telinga sebagai organ pendengaran. Sementara, tunawicara berhubungan dengan indera untuk berbicara, seperti mulut dan lidah.
Penanganan hubungan tunarungu dan tunawicara
Maka dari itu, ketika tunarungu yang masih memiliki sisa pendengaran melakukan penanganan dengan dengan memakai alat bantu dengar, alat bantu dengar konduksi tulang atau bone-anchored hearing aid (BAHA) atau implan koklea (cochlear implant), akan memengaruhi tunawicara.
Dalam catatan Healthychildren.org penempatan awal alat bantu dengar pada bayi tunarungu penting untuk memberikan mereka kesadaran akan bunyi dan bahasa. Pemaparan dini terhadap bahasa lisan atau visual (isyarat) mempunyai dampak yang sangat positif terhadap perkembangan bahasa agar tak menjadi tunawicara.
Memang, teknologi pendengaran tidak mengembalikan pendengaran seperti pendengaran normal. Namun, dapat meningkatkan, bahkan memberi rasa mendengar suara yang sebelumnya tidak dapat terdengar sama sekali.
Sama halnya dengan tunawicara karena gangguan pendengaran, bisa memanfaatkan teknologi pendengaran. Namun, perlu dicatat, tunarungu dan tunawicara perlu menjalani terapi untuk memaksimalkan kemampuan mendengarnya. Misalnya menjalani terapi metode Auditory Verbal therapy (AVT).
Dengan begitu, orang tua mungkin bisa membantu anak mereka memanfaatkan teknologi pendengarannya sebaik mungkin. Sehingga, sang anak mampu memaksimalkan akses anak terhadap suara serta keterampilan mendengarkan dan bahasa lisan.
Perlu memahami lebih lanjut hubungan tunarungu dan tunawicara?
Silakan mengunjungi lembaga berwenang, penyedia layanan kesehatan atau hearing center. Jika Anda ingin menangani gangguan pendengaran silakan kunjungi Kasoem Hearing Center. Sebagai satu-satunya hearing center di Indonesia yang mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2015, Kasoem Hearing Center menyediakan pelayanan one stop solution for all hearing problem.
Di sana tersedia layanan pemeriksaan pendengaran dan keseimbangan oleh audilog profesional untuk bayi dan anak-anak hingga orang tua lanjut usia (lansia). Selain itu, tersedia teknologi untuk gangguan dengar lain, meliputi alat bantu dengar (ABD), alat bantu dengar koduksi tulang atau bone anchored hearing aid (Baha) sampai cochlear implant (implan koklea).
Tak hanya itu, Kasoem Hearing Center menyediakan layanan Auditory Verbal-therapy (AVT) untuk menunjang anak-anak yang perlu memaksimalkan pendengaran seusai menggunakan alat bantu dengar. Hubungi Kasoem Care melalui virtual assistant berbasis artificial intelligence (AI), Hearing Bestie (HESTI) atau kunjungi cabang terdekat di kotamu!