Putra ketiga Dewi Yull, Panji Surya Putra Sahetapy mendapat penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai Disabilitas (Tuli) Pria Pertama yang Menyelesaikan Studi Magister di Mancanegara. Hal tersebut, menjadi bukti bahwa seseorang yang tuli bisa meraih pendidikan layaknya orang dengan pendengaran normal. Kata tuli, mungkin akrab di telinga masyarakat. Namun, ada juga penyebutan lain, yakni tunarungu atau gangguan pendengaran.

Apa perbedaan tunarungu, tuli atau gangguan pendengaran?

Tunarungu

Tunarungu merupakan istilah yang sering dipakai masyarakat. Itu masuk kategori penyandang disabilitas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

Seperti dilansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), tunarungu masuk kategori cacat fisik atau cacat rungu. Ini adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara.

Sementara itu, menurut Reefani (2013:17), tunarungu atau kelainan pendengaran adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara, sehingga mereka biasa disebut tunawicara.

Tuli (deaf)

Dalam pernyataan World Health Organization (WHO), masing-masing penyebutan berbeda artinya. Karena, masalah pendengaran tersebut menggambarkan kondisi sejauh mana dapat mendengar suara atau tidak dapat mendengar suara sama sekali.

Orang ‘tuli’ atau deaf menurut WHO adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran yang berat. Ini berarti, pendengaran seseorang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Mereka sering menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Sedangkan menurut Cleveland Clinic, seseorang yang tuli dapat mendengar sangat sedikit atau tidak sama sekali.

Baca Juga :   Kasoem Hearing Center Meet and Greet with Ali Haydar Altway

Seperti dilansir dari Medineplus.gov, orang tuli dapat memasang implan koklea. Sebab, memungkinkan menerima dan memproses suara dan ucapan. Karena, alat yang memungkinkan suara dan ucapan diproses dan dikirim ke otak. Hanya saja, implan koklea tidak dapat mengembalikan pendengaran normal.

Baca juga: Ini Kandidat yang Cocok untuk Memakai Cochlear Implant

Gangguan Pendengaran

Hearing loss atau gangguan pendengaran adalah seseorang yang tidak dapat mendengar sebaik seseorang dengan pendengaran normal. Artinya, mereka dapat mendengar suara mulai dari 20 decibel (dB) atau lebih baik di kedua telinga.

Tiga kategori dasar gangguan dengar adalah sebagai berikut.

  1. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi ketika telinga bagian dalam atau saraf pendengaran rusak. Akibat dari kondisi ini, suara di telinga bagian tengah tidak dapat diterjemahkan sebagai suara ke otak dan diterjemahkan. Penyebabnya seperti penuaan, paparan suara keras, cedera, penyakit, obat-obatan tertentu, atau kondisi bawaan.
  2. Gangguan dengar konduktif terjadi karena ada masalah atau kerusakan pada telinga bagian luar atau tengah. Sehingga, suara dari luar tidak dapat diteruskan sampai ke telinga bagian dalam. Penyebab kondisi ini, seperti kotoran telinga atau benda asing yang terletak di liang telinga, cairan di ruang telinga tengah infeksi atau kelainan tulang atau luka pada gendang telinga.
  3. Campuran, merupakan kombinasi sensorineural dan konduktif. Mereka mungkin mengalami gangguan pendengaran sensorineural terlebih dahulu. Lalu, berkembang menjadi gangguan dengar konduktif.

Berdasarkan level pendengaran, gangguan dengar ini dapat berkembang ke hard of hearing atau kesulitan mendengar. Untuk memperkeras suara, bahkan mendapat pengalaman mendengar suara, mereka dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar, implan koklea, dan alat bantu lainnya serta teks.

Tingkat gangguan pendengaran dan kisaran gangguan pendengaran (dB HL)

  1. Normal dapat mendengar suara mulai –10 hingga 15 dB
  2. Sedikit dapat mendengar suara mulai 16 sampai 25 dB
  3. Lembut dapat mendengar suara mulai 26 sampai 40 dB
  4. Sedang dapat mendengar suara 41 sampai 55 dB
  5. Cukup parah dapat mendengar suara dari 56 sampai 70 dB
  6. Berat dapat mendengar 71 sampai 90 dB
  7. Mendalam baru dapat mendengar suara dari 91+ dB
Baca Juga :   Alat Bantu Dengar BTE untuk Bayi dan Anak-anak

Sudah paham perbedaan tunarungu, tuli sampai gangguan pendengaran?

Rate this post