Orang yang mengalami penurunan pendengaran atau tidak mampu memiliki pendengaran normal pada ambang pendengaran 20 dB atau lebih baik pada kedua telinga disebut gangguan pendengaran. Selain bawaan lahir, gangguan dengar dapat muncul setelah lahir. Salah satu yang meningkatkan risiko adalah sakit kepala. Bagaimana hubungan gangguan pendengaran dan sakit kepala?

Gangguan Pendengaran dan Sakit Kepala

Hubungan gangguan pendengaran dan sakit kepala seperti sebab-akibat. Karena, sakit kepala dinilai menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko seseorang menderita gangguan dengar.

Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran terjadi ketika ada kerusakan atau masalah pada telinga bagian luar, tengah, dalam atau saraf pendengaran. Berdasarkan bagian telinga yang rusak atau bermasalah, ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

  1. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi ketika telinga bagian dalam atau saraf pendengaran rusak. Akibat dari kondisi ini, suara di telinga bagian tengah tidak dapat diterjemahkan sebagai suara ke otak dan diterjemahkan. Penyebabnya seperti penuaan, paparan suara keras, cedera, penyakit, obat-obatan tertentu, atau kondisi bawaan.
  2. Gangguan dengar konduktif terjadi karena ada masalah atau kerusakan pada telinga bagian luar atau tengah. Sehingga, suara dari luar tidak dapat diteruskan sampai ke telinga bagian dalam. Penyebab kondisi ini, seperti kotoran telinga atau benda asing yang terletak di liang telinga, cairan di ruang telinga tengah infeksi atau kelainan tulang atau luka pada gendang telinga.
  3. Campuran, merupakan kombinasi sensorineural dan konduktif. Mereka mungkin mengalami gangguan pendengaran sensorineural terlebih dahulu. Lalu, berkembang menjadi gangguan dengar konduktif.

Sakit kepala

Dalam catatan Mayo Clinic, definisi sakit kepala adalah nyeri di bagian kepala mana pun pada satu atau kedua sisi kepala. Bisa juga terisolasi pada lokasi tertentu, menyebar ke seluruh kepala dari satu titik atau memiliki kualitas seperti viselike.

Baca Juga :   Neuroma Akustik, Tumor Jinak yang Memengaruhi Pendengaran dan Keseimbangan

Sakit kepala bisa muncul sebagai nyeri tajam, sensasi berdenyut, atau nyeri tumpul. Kondisi ini dapat berkembang secara bertahap atau tiba-tiba dan berlangsung kurang dari satu jam hingga beberapa hari.

Ada lebih dari 150 jenis sakit kepala. Tapi, seperti dilansir dari Cleveland Clinic, dapat terbagi dalam dua kategori utama, yaitu sakit kepala primer dan sekunder.

  1. Primer artinya disfungsi atau aktivitas berlebihan pada fitur-fitur sensitif rasa sakit di kepala menyebabkan sakit kepala primer. Hal ini bukan merupakan gejala atau disebabkan oleh kondisi medis yang mendasarinya. Beberapa orang mungkin memiliki gen yang membuat mereka lebih mungkin mengalami sakit kepala primer. Jenis sakit kepala primer meliputi tipe tegang (paling umum), migrain, cluster, dan persisten harian baru.
  2. Sakit kepala sekunder merupakan tanda atau ada kondisi medis yang mendasarinya. Jenis sakit kepala sekunder yang belum tentu berbahaya dan dapat hilang setelah kondisi yang mendasarinya diobati meliputi dehidrasi, sinus, dan sakit kepala karena penggunaan obat yang berlebih. Sementara, tanda kondisi serius atau berpotensi mengancam nyawa antara lain sakit kepala tulang belakang dan sakit kepala petir.

Bagaimana hubungan gangguan pendengaran dan sakit kepala?

Dalam jurnal yang terbit di PloSOne berjudul “Risiko Tinnitus, Gangguan Pendengaran Sensorineural, dan Tuli Mendadak pada Pasien dengan Sakit Kepala Non-Migrain” pada hear-it.org, mengungkapkan orang yang menderita sakit kepala kronis non-migrain lebih berisiko mengalami tinnitus, gangguan pendengaran sensorineural, dan gangguan pendengaran mendadak. Bahkan, risikonya tiga kali lebih tinggi ketimbang yang tidak mengalaminya.

Gabungan risiko tinitus, gangguan pendengaran sensorineural atau gangguan pendengaran mendadak hampir tiga kali lebih tinggi (faktor risiko 2,73) pada orang dengan sakit kepala non-migrain daripada pada kelompok tanpa sakit kepala kronis.

Baca Juga :   Bayi Mendengar Suara, Sejak Kapankah itu?

Orang dengan sakit kepala non-migrain juga memiliki risiko:

  • tiga kali lebih tinggi terkena tinnitus (faktor risiko 3,05)
  • dua kali lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran sensorineural (faktor risiko 1,89)
  • gangguan pendengaran mendadak (faktor risiko 2,14)

Penelitian gangguan pendengaran dan sakit kepala ini melibatkan 43.294 pasien sakit kepala non-migrain dan 173.176 pasien tanpa sakit kepala (kelompok kontrol) dari Database Asuransi Kesehatan Longitudinal 2005 dari Database Penelitian Asuransi Kesehatan Nasional Taiwan.

Ingin tahu informasi hubungan gangguan pendengaran dan sakit kepala?

Silakan berkunjung ke Kasoem Hearing Center. Satu-satunya hearing center di Indonesia yang mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2015 ini menyediakan pelayanan one stop solution for all hearing problem.

Pelayanan Kasoem Hearing Center berupa pemeriksaan pendengaran dan keseimbangan serta teknologi untuk gangguan dengar, meliputi alat bantu dengar (ABD), alat bantu dengar koduksi tulang atau bone-anchored hearing aid (Baha) sampai cochlear implant (implan koklea).

Kasoem Hearing Center pun melayani terapi memaksimalkan pendengaran dengan Auditory Verbal-therapy (AVT) untuk menunjang anak-anak. Hubungi Kasoem Care melalui 08118179910 untuk terhubung dengan layanan atau kunjungi cabang terdekat di kotamu!

Rate this post